[Teenfiction/On Going]
...
Dia Badai.
Kata orang, menjauhinya lebih baik.
Kata orang, mengabaikannya adalah hal yang tepat.
Dan kata orang, dia badai yang menakutkan.
Badai Tenggara, ranahnya hanya luka. Terlahir dari sebuah kesalahan dan penyesalan bukanlah keinginannya. Namun, skenario semesta sudah tertulis dengan begitu apik, ia tak mampu mengubah lagi meski ingin. Hidup di tengah keluarga yang menatap jijik ke arahnya adalah hal biasa.
Apalagi yang bisa ia lakukan? Laranya sudah cukup banyak. Ibunya menyesal melahirkannya, neneknya membencinya, dan seluruh keluarganya tak pernah berhenti mengutuknya. Satu-satunya hero dalam hidupnya pun direngkuh Tuhan, kakeknya meninggal di saat huru-hura keluarganya yang begitu pelik dan kutukan aneh menimpanya-ia menyebutnya begitu.
Dahulu sekali, bertemu dengan ayahnya adalah asa yang begitu ia damba. Namun, masa itu ternyata tiba juga, bukan lagi angan.
Kehidupan canggung versi Badai pun berlangsung. Ia mendapat banyak gift dari semesta. Mulai dari bertemu ayah yang sulit ditebak, sahabat yang misterius, gadis tetangga sang atlet basket, dan dia caligynephobia.
Seolah hal itu tak akan pernah lengkap jika satu lagi hal aneh dalam hidupnya tak disebutkan. Badai Tenggara seorang indigo.
Bak sudah jatuh tertimpa tangga, hidupnya yang tak pernah damai semakin tak damai dengan serentetan drama kehidupan yang terjadi. Namun, tak bisa dipungkiri, Badai jauh lebih menyukai perannya dalam kehidupan sekarang daripada masa lalunya.
Badai Tenggara adalah kisah klasik yang unik.
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens.
"Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gue, rotinya yang enak banget atau emang gara - gara dari orang special?" Mahes bertanya sambil menatap tepat pada mata Aira.
"Eh.. Tuan mau?" Aira mengerjapkan matanya.
"Mau, gue mau semuanya!" Mahes merebut bungkusan roti yang masih berisi banyak, kemudian langsung membawanya pergi. Aira reflek mengejar Mahes.
"Tuan kok dibawa semua? Aira kan baru makan sedikit," Aira menatap Mahes dengan raut memelas.
"Mulai perhitungan ya lo sekarang sama gue."
"Enggak kok, tapi kan rotinya enak, Aira masih mau lagi," Aira berkata dengan takut-takut.
"Ga boleh!" Mahes langsung melangkahkan kakinya ke arah tangga menuju kamarnya. Aira langsung cemberut menatap punggung Mahes yang mulai jauh.
Cerita dengan konflik ringan