Setelah peristiwa itu, aku mulai menutup diri dan tak membiarkan satupun orang tau tentang segala rasa yang berkelebat dalam benakku. Agar tak ada yang bisa mendengar suara-suara lelah mencengkram batinku. Pagar kokoh berlapis dan tembok itu ku bangun sedemikian tinggi, agar tak seorangpun pria mampu melewatinya. Wahai keturunan Adam yang mulia, Janganlah kau cari telaga, karena bukan disini tempatnya. Akulah samudera biru nan luas tanpa tepi, Tak mendayu kala jemu, tak bergeming meski sendiri. Asal kau tau saja, akulah Jemari Asa.. Wanita berkelas dan bermartabat, cerdas lagi terhormat. Jangan pernah berani mendekat! Namun tanpa kusadari, desir angin itu menelusup ruang Asaku dan meluluhkan bait demi bait keangkuhanku. DAMN!!