Story cover for Ketika Jinendra Kehilangan Sinarnya [Han Jisung] by jaechics
Ketika Jinendra Kehilangan Sinarnya [Han Jisung]
  • WpView
    Reads 472
  • WpVote
    Votes 83
  • WpPart
    Parts 5
  • WpView
    Reads 472
  • WpVote
    Votes 83
  • WpPart
    Parts 5
Complete, First published Apr 11, 2020
Bukan cerita ketika Jinendra kehilangan senter, lilin, atau flashlight hape-nya. Hanya sebuah memori ketika senyum Jinendra, sinar milik kita semua, berhenti berpendar tiba-tiba.


Was published on writedotas and my twitter for ESKARANTINA but I'm afraid it'll get deleted so I decided to post it here.
All Rights Reserved
Sign up to add Ketika Jinendra Kehilangan Sinarnya [Han Jisung] to your library and receive updates
or
Content Guidelines
You may also like
You may also like
Slide 1 of 10
ASIMETRIS [NOMIN] cover
Second  cover
JEEVANA cover
My Wife Is Boy [BL] cover
Unwanted Fate  cover
Jenderal Tawanan Kaisar  cover
S2: After Engagement  cover
Death Twice  cover
MENJADI SUGAR BABY cover
OMEGA EKSKLUSIF  cover

ASIMETRIS [NOMIN]

35 parts Ongoing

Kenal Galaksi? Si Pangeran Arsitektur yang digosipin seantero kampus. Si Casanova yang kalau senyum bikin pondasi hati runtuh. Orangnya kaku, presisi, dan logis. Pokoknya, "anak Teknik banget". Kenal Sena? Si anak DKV yang kalau nggak di studio, ya di kosan. Dunianya penuh cat, deadline, dan imajinasi liar. Orangnya bebas, ekspresif, dan kadang sedikit berantakan. "Anak FSRD banget". Dua manusia dari dua planet berbeda ini tidak saling kenal selama dua tahun, sampai sebuah paket nyasar memulai bencana. Sejak saat itu, hidup Sena yang penuh warna jadi makin "ramai". Tiba-tiba harus pusing mikirin maket Galaksi yang hancur, kanvasnya yang abstrak karena noda kopi, sampai harus ngadu ke Galaksi karena ban mobilnya dikempesin pas nekat parkir di teritori Teknik. Kenapa harus Galaksi? Entah, sepertinya wajah Galaksi memang paling pas untuk dikomplain. Kata orang, benci itu tanda cinta. Kalau untuk Galaksi dan Sena, benci itu tanda... sial. Tapi kalau kesialan itu terjadi terus-terusan, jangan-jangan memang sudah takdirnya.