Namanya Ananda Demira Putri, atau teman-temannya akrab memanggil Mira. Tapi bagiku, dia adalah Ananda. Aku mengenalnya sejak ia lahir di bumi. Ibunya yang akrab ku panggil tante Flora adalah sahabat baik Ibu ku. Saat Ananda lahir ia sangat menggemaskan. Aku yang saat itu sudah menggunakan seragam putih biru jatuh cinta terhadap bayi mungil itu. Entah lah, mungkin awalnya hanya perasaan sayang, karena aku begitu mendamba seorang adik perempuan. Entah sejak kapan aku jatuh cinta kepadanya. Jelas aku mencintai Ananda sepanjang usia ku. Apapun aku lakukan untuknya, bahkan merelakan nyawaku untuknya pun aku siap melakukan.
"Aku cinta kamu, meskipun kamu selalu menolak keberadaan ku dan menyangkal semuanya," bisik ku "aku tau ini sulit bagimu, menerima kenyataan bahwa aku lelaki cacat ini adalah suami mu." Sambungku mengelus pipinya pelan.
"Maaf kan aku mas..." lirihnya, aku masih bisa jelas mendengar.
Ananda andai kamu tau, tanpa kamu meminta maaf aku sudah memaafkan mu.
Setelah satu tahun bertahan di pernikahan itu, Sabrina pada akhirnya memilih kabur ketika kebenaran tentang suaminya terungkap.
Sabrina ingin memulai kehidupan yang jauh berbeda dari kehidupannya yang sebelumnya. Gadis itu yakin bahwa suaminya, Detra tidak akan mencarinya karena pria itu tidak pernah mencintainya.
Namun, siapa sangka hari itu mereka bertemu lagi.
"Bukankah kamu pantas untuk diikat selamanya di ranjang kita karena berusaha kabur dari suami kamu, Sabrina?" Detra datang dengan penampilan yang jauh berbeda dari ingatan terakhirnya.
***