Isak tangisnya mulai terdengar dan kausku mulai basah dengan bulir air mata. Hujan diluar pun terdengar makin deras, kaus tipis ini membuat tubuhku tetap menggigil. Tak ada kehangatan dalam pelukan saat itu, entah mungkin karena hatiku ikut menjadi dingin ketika dia yang ku cintai kembali bercerita tentang orang lain.
Tanganku menepuk-nepuk bahunya. Aku belum berani memberi jawaban dan komentar. Aku hanya ingin mendengar dia bicara, aku ingin mengetahui seberapa parah lukanya apakah separah yang aku rasakan.
Melihat dia menangis, tapi tak bisa berbuat banyak rasanya aku ingin meledak. Selalu dia menumpahkan tangisnya dibahuku, sementara baru kali ini aku seolah membasahi hatiku dengan air mata yang tak berwujud air yang keluar dari mata. Aku masih sanggup menahan diri, masih bisa berakting sempurna. Tapi didalam sini kami sama-sama sedih. Tapi kami menangisi hal yang berbeda.
Tidak, aku tidak mengeluarkan suara dan masih tak ingin memberi dia solusi, apalagi alasan. Aku hanya menyediakan telinga dan hatiku. Meraba-raba hatiku sendiri dan hatinya, apakah luka yang diberikan wanita itu sungguh sangat dalam? Bukankah wanita itu selalu melukainya? Harusnya dia sudah terbiasa dengan luka itu layaknya aku yang terbiasa dengan luka yang dia berikan.
Bibirku terkunci. Aku mencoba memberi sedikit gerakan agar dia meregangkan pelukan, tapi dia menariku semakin erat sampai nafasku sesak.
"Kamu bosan sama ceritaku?"
Tidak aku tak ingin menjawab. Aku biarkan dia terus meracau dalam rengkuhan yang semakin erat. Kurasa tak ada yang perlu lagi untuk dijelaskan. Seberapa panjang kata yang kulontarkan belum tentu membuatnya paham. Aku diam, membiarkan isak tangisnya terdengar lebih kencang daripada isak tangis hatiku sendiri. Ku tepuk-tepuk lagi bahunya, seakan memberi isyarat bahwa semua akan baik-baik saja dan semua akan kembali seperti semula. Seperti biasa.
⚠️WARNING. THIS BOOK CONSIDERED FOR 19+. PLEASE BE WISE!
_____
Blurb :
Gabriella Aphrodite Ciero, Orang-orang terdekatnya sering memanggilnya Gabbie. Selain suka kucing dan memasak gadis itu juga suka memperhatikan sahabat Kakaknya, Ares Lucian Mateo. Gabbie tidak pernah tidak terpesona dengan ketampanan dan karisma pria itu. Tapi sayangnya pria itu tak begitu memperhatikannya dan hanya menganggapnya sebagai adik dari sahabatnya.
Hingga akhirnya malam itu terjadi. Malam yang tidak akan pernah Gabbie lupakan.