Aku mencintai kota ini sama besarnya dengan rasa cinta kepadamu. Tidak ada alasan membenci, sebagaimana juga tidak akan benci terhadapmu. Kenapa? Ada begitu banyak alasan dan aku tidak akan mampu menyebutkannya di saat hati dipenuhi bunga-bunga kebahagiaan. Kota ini, yang bagimu memberi banyak hal telah menularkan padaku untuk turut mencintainya. Binar matamu ketika menceritakan impian-impian itu. Masa depan yang penuh ketenangan, dengan sebuah pondok sederhana di pesisir Parangtritis hingga senja menyapa. Tidak ada lagi yang kamu inginkan. Mungkin Tuhan menghukumku karena rasa cinta yang teramat besar padamu, hingga dengan satu pukulan menghancurkan segalanya. Debur ombak menyapa, menyeretku ke dalam arus, membawaku sampai benar-benar tenggelam. Kau berkhianat, dan aku harus menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Entah bagaimana lagi kupertahankan perasaan? Apa harus berpura-pura demi impian di depan mata, atau memilih terluka dengan konsekuensi membenci segalanya yang berhubungan denganmu. Termasuk kota ini. Sebuah kotak berwarna abu-abu dengan pita merah muda di pangkuanku menjadi sia-sia. Aku membencimu, membenci kota ini, dan membenci impian kita. Tidak akan ada lagi ucapan selamat datang untukku di kota ini. Bus telah membawaku semakin jauh. Selamat tinggal.
16 parts