"Will you marry me?" "Ah, Kakak bercanda, ya? Aku masih kelas sepuluh, lho! Haha," balasku. "Aku serius." "Ta-tapi ... hm, gimana, ya? Aku masih ragu, apalagi kita belum lama deket, Kak." "Jangan ragu. Aku serius mau nikah sama kamu. Aku juga udah punya pekerjaan di tempat kerja kakakku. Kamu mau gak ikut aku ke Sukabumi? Aku mau kenalin kamu ke mama." Aku jadi bimbang. Iya, dia udah lulus, tapi aku? "Kakak tunggu aja sampai aku lulus," jawabku. Dia tersenyum. Kalau boleh jujur, aku ingin jawab 'iya'. Tapi, mau bagaimana pun, aku tetaplah seorang wanita yang tidak boleh mudah percaya dengan ucapan lelaki. Bisa saja ucapannya hanya 'bulshit'. Dan aku gak mau menyesal nantinya. "Kakak gak mau es krimnya?" Aku membuka pembicaraan lagi. Kak Revan menggeleng. "Enggak, buat kamu aja," jawabnya. "Ayo dong, Kak. Kakak yang beliin, masa aku yang makan semuanya." "Ya udah, ya udah, sini." Aku menyuapinya, dan dia memakan es krim itu dengan senyuman di bibir. Aku harap, kita selalu seperti ini, Kak.