Ada kegiatan lain yang mulai menyita perhatianku semenjak enam bulan lalu, di samping berkeliaran di perpustakaan dan melahap berbagai buku maupun skripsi milik orang lain. Adalah memerhatikannya dalam diam. Ia yang disebut kupu-kupu sosial. Kupikir laki-laki itu sungguh jauh dari genggaman. Ia selalu terlihat bersinar di antara manusia lainnya. Seakan tak ada cela sedikitpun yang dapat mencoreng presensinya. Namun bukan itu yang menarik perhatianku dari dirinya, melainkan sesuatu yang selalu ia sembunyikan dari perhatian orang-orang. Ia yang putus asa, ia yang tersakiti sedemikian rupa. Dan hanya aku yang kebetulan mengetahuinya.