[COMPLETE] Philosophy of Love
  • Reads 2,583,579
  • Votes 321,790
  • Parts 57
  • Reads 2,583,579
  • Votes 321,790
  • Parts 57
Complete, First published May 19, 2020
Mature
For Calista, love is like a fairy tale. She believes that her love story is a modern day fairy tale. Something like Notting Hill, Autumn in New York, Sleepless in Seattle, The Holiday ... well then she realizes that reality sometime sucks.

Being in love and getting dumped. Over and over and over again.

When she met someone unexpectedly, she wants to try her good luck. One last chance to create her own version of fairy tale.

Is it worth to try?

(Tersedia versi cetak)
All Rights Reserved
Table of contents
Sign up to add [COMPLETE] Philosophy of Love to your library and receive updates
or
Content Guidelines
You may also like
You may also like
Slide 1 of 10
Do you remember your first cup of coffee? cover
SECRETARY cover
Kisah Yang Kan Pisah  cover
Small Utopia | Renjun Harem cover
The Big Bos cover
GAVIN 21+ cover
Sweet Blackout cover
Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE] cover
Prank 2 ➳ JENLISA cover
SEVEN SHOTS cover

Do you remember your first cup of coffee?

57 parts Complete Mature

[SELESAI] "Lo ngomong langsung ke dia?" Medhya mengangguk mantap. "Bilang kalau lo suka sama dia?" Ia mengangguk lagi. "Yang lo maksud itu, Ginan Satyatama yang ada dipikiran gue, kan?" Medhya menyerngit. "Memang, ada berapa Ginan Satyatama di kantor kamu?" Gadis itu balik bertanya. "Ya ... satu, sih." Sang teman garuk-garuk kepala. "Maksud gue. Elo ini ..." ia mengangkat telunjuk kearah pelipis, memutar-mutarnya dengan perlahan. "... sinting?" Medhya menggeleng santai. "Aku waras. Seenggaknya, sampai detik ini, masih." Sang teman menghela napas panjang. "Pantesan tiap papasan, dia selalu ngelihat gue kayak ngelihat tai kucing. Ternyata ini semua gara-gara elo." Medhya nyengir. "Terus gimana lagi sekarang?" Adinda bertanya lagi. Ia mendekat pada Medhya yang kini bersandar di kursi ruang tengah kontrakan. "Nyerah?" Medhya langsung menoleh. "Mana mungkin," ujarnya pendek, senyum-senyum. "Dia nggak nolak aku. Kenapa aku harus menyerah?" Betul. Ginan Satyatama tak pernah menolaknya. Saat mendengar pengakuannya, lelaki itu hanya menatapnya datar, lalu mengatakan beberapa kalimat yang tidak mengandung sedikitpun penolakan. Itu artinya, kesempatan Medhya masih terbuka lebar. Masih banyak hari yang tersedia untuk menyatakan kembali perasaannya pada Ginan Satyatama. Jadi, bagaimana bisa Medhya menyerah kalau kisah mereka bahkan belum dimulai sama sekali?