Ramadhan untuk Madina

Aku selalu menjelaskan tentang hubungan aku dan dia, namun percuma saja dia tampak tidak akan mengerti hal itu sebelum benar-benar paham akan Agama.

"Kamu tau?"

"Tau apa kak, Rama?"

"Kita itu bukan saudara kandung, Dina."

"Lalu?"

Aku memutar bola mataku, sudah jengah dengan pertanyaan yang entah itu adalah memang benar-benar pertanyaan atas ketidaktahuan atau hanya pertanyaan pura-pura tidak tahu.

"Kamu sudah SMP, kan? Berarti sebentar lagi kamu menuju baligh. Jangan bersikap seperti anak kecil kepadaku," jelasku pelan namun dia terlihat hanya menatapku polos.

"Yasudah, tapi aku boleh kan sama-sama terus denganmu, kak?" Aku tidak tahu apa dia sudah paham atas pernyataanku atau belum, tapi sepertinya dia memang belum paham. Permintaannya sudah jelas menandakan ia belum mengerti.

"Hmm, Insyaallah." Aku menjawab seadanya saja kemudian berlalu meninggalkannya. Aku hanya takut jika harus berjanji padanya sementara aku tidak tahu bagaimana rencana Tuhan nanti.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Mata gadis itu seketika sayu saat aku menoleh memandangnya berdiri di sana menatap setiap langkahku.

Kamu anak perempuan, selalu merasa butuh dan senang bersedih, it's okay nevermind tabiat memang seperti itu. Tapi ketika kamu tau, kalau selama ini dan sampai titik ini kamu terhindar dari sengat dunia itu karena kamu selalu mampu terjaga untuk diri sendiri. Kamu tergolong hebat! Now, nikmati hikmah di setiap keadaanmu.