"Kalau nanti kita mati, surga kita beda nggak ya?" kata-kata itu terus terngiang ditelingaku beberapa hari setelah membacanya di media sosial. Aku tidak mengerti, seperti ada perbedaan jauh antara surga yang satu dengan surga yang lain. Ada sisi melankolis didalamnya, seperti perasaan patah yang tidak berhasil disambung lagi, atau kesedihan karena tujuan yang berbeda.
Aku sendiri ada diantara daun-daun gugur yang enggan untuk membusuk. Sudah saatnya jatuh, menguning, dan mati namun enggan untuk meneruskan seleksi alam dalam pengulangan. Aku lelah terus berusaha tertawa lepas, sedangkan didalam hati ada perasaan yang tak bisa sekedar diungkapkan begitu saja. Aku lelah pura-pura bahagia, sebab pergimu nyatanya jadi luka.
Melepasmu adalah dua sisi mata koin, ada diantara benar atau salah, ada diantara pilihan paling bijak atau pilihan paling buruk yang pernah kubuat. Bukan tentang kenapa aku bimbang untuk memutuskan sesuatu, lebih kepada karena aku tak pernah benar-benar bisa memutuskan kemana kita akan berjalan, dan kenapa kita harus berjalan, beriringan. Kau adalah benang merah yang masih kupegang hingga saat ini, sedangkan aku hanya sisa-sisa kenangan yang berhasil kau lupakan.