"Ra, lo tau nggak kalo semesta itu nggak adil sama kita?" Pertanyaan Zas berhasil memecah keheningan, aku sedikit bingung dengan pertanyaanya.
"Nggak adil? Menurut gue semesta itu adil kok. Emang kenapa lo merasa semesta itu nggak adil?" Aku balik memberikan pertanyaan untuk Zas. Cowok itu berhenti menatap bintang gemintang, Zas menatap mataku.
"Karena semesta nggak pernah mengizinkan gue liat orang tua gue sendiri dari kecil." Jawaban Zas ini membuatku terdiam beberapa saat. Aku menunduk, merasa tak enak dengan jawabanya, atau sedikit menyesal dengan pertanyaanku.
"Tapi lo harus bersyukur."
"Ya, lo bener." Zas kembali menatap langit. Bintang gemintang sedikit tak nampak karena tertutup awan.
"Tapi bagi gue semesta itu adil, gue juga bersyukur. Semesta membiarkan aku hidup berkecukupan selama 17 tahun ini. Semesta membagi rasa dengan gue tentang keluarga, juga cinta. Tapi apakah ini salah semesta? Atau Tuhan? Yang memang sudah merencanakannya dan memberi takdir kepada kita?"
Kami berdua kembali terdiam. Aku mengikuti Zas menatap langit yang sekarang tak nampak satu pun bintang menghias. Aku tersenyum.
"Iya, Ra." Jawab Zas menanggapi ucapanku tadi. Aku tersenyum