Difa tidak pernah menyangka kalau hatinya bisa menjadi kacau-balau seperti ini. Dia selalu berpikir kalau dia bisa mengendalikan perasaannya dan selalu meletakkan logika di atas perasaan. Sampai akhirnya dia sekelas dengan Alfa. Alfa membuatnya merasakan perasaan-perasaan yang belum pernah dirasakannya. Namun, Difa tahu semua perasaannya itu salah. Apakah dia bisa menang melawan hatinya?