Larinya menjadi semakin kencang. Satu-satunya jalan adalah memasuki ruangan dengan pintu elektronik itu, tetapi rasa bersalahnya tetap membuatnya ciut. Jantungnya berdegup kencang, hingga nyalinya harus dipertaruhkan, memilih antara hidup atau mati. "Enyahlah kau rasa bersalah! Hanya disini tempatku bisa pulang."