Tú Amor Me Ilumina (Cintamu Menerangiku)

Gelap. Itulah jiwaku. Aku selalu melayani kebahagian setiap hari. Tapi, selama itu pula aku tak pernah merasa bahagia. Kenangan kelabu masa kecilku telah mengubah seorang gadis suci menjadi lumpur hina. Aku tak lagi memegang pensil atau buku. Keseharianku hanya berada di depan kaca solek dan meja tata rias. Jemu, itulah yang kurasakan. Aku ingin lari, tapi selalu dipaksa kembali.

Aku wanita lemah. Tapi, aku masih mengenal kesucian. Perilakuku adalah amalan iblis, tapi hatiku masih merindu surga. Aku jatuh hati pada sosok yang menyelamatkan aku dari kekejaman dosa ini.

Ibu, di manakah dirimu? Aku rindu Ibu. Ibu adalah alasanku untuk bertaruh nyawa di tempat hina, rumah bordir ini.

Dulu, aku pernah berjanji untuk selalu membahagiakan Ibu apa pun caranya, meringankan beban di punggungmu. Aku tak mau kau menangis lagi. Akan tetapi, luka di dadaku tergores dalam saat aku melihat tubuh anggunmu harus kehilangan nyawa. Kau rela bertaruh nyawa dengan membiarkan gerombolan serigala tak punya hati utusan Ayah menikam dan menghajar dirimu. Aku menangis, meratapi kepergianmu. Aku tak mau menjadi hamba setan, tapi Ayah dan para serigala itu tetap berkeras hati. Aku tak berdaya. Luka selalu tergores kala mengingat apa yang kau katakan dulu dan apa yang telah dibuat saat ini.

Aku ingin berhenti, tapi sepertinya tak ada lagi tuas rem bagiku. Aku tersesat kini.

Siapakah penyelamat diriku?