Selarik bayangan lelaki dengan koko berwarna putih yang akan menikahinya terbayang di pelupuk mata. Senyum merekah indah, dari bibirnya yang pucat. Ia terbatuk lagi untuk kesekian kali. Tangan kanannya refleks menutup mulut. Cairan dahak keluar, membasahi garis garis telapak tangannya. Mata dengan bulu lentik itu nampak kian sayu. Tak sedikitpun terbesit rasa terkejut, saat menyadari cairan dahak itu adalah tetesan darah. Nafasnya hanya tinggal bersisa beberapa hari lagi, dan kabar buruk yang disembunyikan dari kekasih hati itu kian mengerogoti kejujuran hatinya. Degup jantungnya kelak akan berhenti tepat di hari pernikahan mereka berdua. Mata gadis itu penuh bengkak, seperti panda. Ia menangis semalaman, setelah menerima video pengakuan cinta sahabatnya terhadap kekasih miliknya. Rasa amarah dan cemburu juga selalu mengikuti di tiap batuk rejannya. Dengan lemah, ia berusaha menuju meja di sudut kamarnya. Secarik kertas kini tergenggam di jemarinya, beberapa menit kemudian ia larut menggores tinta. Mungkin yang ia tulis adalah surat-surat untuk Tuhan, karena ia lantas memasukkannya ke dalam amplop putih yang masih baru. Atau mungkin ia tengah mengirim pesan-pesan untuk dokter di seluruh dunia. Berharap mereka masih bisa membuat kesehatannya kembali. Farhan aku mencintaimu, namun... Tinta itu berhenti gadis itu terbatuk lagi lebih kronis, hingga serangan sesak napas pelak tak bisa dihindari. Dengan sigap, suara sirine kini seolah bersahutan. Menggema di langit-langit memekakkan. Sedang di sudut lain, Farhan tengah berdoa dalam berdirinya menghadap microfon. Selepas doa ia mengumandangkan azan, mengalahkan sirine bising ambulance yang tak disadarinya. ▪︎▪︎▪︎ Cerita ini, kolaborasi antara penulis ; @Ratualya27_ @Putribpr @Ayuningtyas