Abil diajak bertemu di sebuah Cafe oleh Arin yang beberapa hari lalu ia kenal secara tak sengaja di Alun-alun. Teman kos Abil yaitu Amar, Mbah dan Nana yang tidak tahu siapa Arin, menguntit pertemuan mereka, khawatir kalau Abil ditipu.
Meskipun terlambat, Arin dengan cantiknya datang dan berjalan melenggok menuju meja tempat Abil duduk menunggu. Abil dengan gugup menyambutnya.
"Mmmm... Mas Abil, langsung saja ya, aku mau ngomong nih," Ucap Arin tiba-tiba memulai percakapan.
"Hmm? Apa?" Kalimat Arin yang begitu tiba-tiba dan menjurus, benar-benar membuat Abil penasaran.
"Gimana, ya ngomongnya." Arin nampak ragu-ragu. "Mas, kamu mau nggak jadi pa... Mmmm. . . aduh gimana ya."
Buset! Abil kaget, dia tiada menyangka akan secepat ini. Hanya dalam satu ketemuan, langsung ditembak. Ketiga penguntit juga menguping sambil dag dig dug.
Arin masih malu-malu, "Aduuh, gimana ya mas. Semenjak aku melihat senyummu kemarin..."
Abil tambah percaya diri. "Sudah tenanglah. Bilang saja apa yang tersirat dalam hatimu, nggak papa kok."
"Aduuh, aku langsung ngomong ya mas. Kamu mau nggak jadi... Mmmm mas Abil, kamu mau nggak jadi pasienku?"
Sontak, ketiga penguntit langsung mucul dari meja belakang. Abil, Amar, Mbah dan Nana teriak kompak, "Heeh?"
Begitulah awal pertemuan mereka. Arin si cantik calon dokter gigi, Abil si kulit kecap, Amar si kaki tiga, Mbah si pria muda berwajah senior dan Nana si putri semata wayang ibu kos menjalin persahabatan di masa kuliah mereka. Ketiga lelaki itu jatuh cinta pada Arin, namun ternyata ia telah memiliki pacar. Lalu, ketika putus kepada siapakah hatinya akan tertambat?