Tumpukan surat itu masih tersusun rapih di dalam sebuah lemari. Walaupun sudah terlampau lama kurang lebih 10 tahun, namun surat-surat itu masih tersimpan. Untungnya surat itu belum dibuang, batin Joa sembari menyambangi gudang dimana lemari berisikan surat-surat itu disimpan. Senyum merekah diwajahnya saat dia membaca salah satu surat. Ini senyum tulus pertama Joa, setelah tenggelam dalam kepalsuan. Tekanan, masalah sampai dia lupa pernah menjadi anak remaja yang menyenangkan, tentu saja begitu asyik. Apalagi masah remajanya yang diselingin surat menyurat lucu dengan seorang anak kecil yang jauh di pedesaan. Joa ingat pertama kali pas dapat surat itu wajahnya kebingunga. Ia dan ibu nya perlahan membuka surat itu beberapa saat kemudian keheningan berubah menjadi suara tawa. Joa kecil yang kalah itu berusia 8 tahu pernah mengharapkan punya sahabat penah dan membagikan harapannya itu dalam sebuah majalah anak, dan siapa sangkah. Harapan itu terkabul setelah 8 tahun kemudian saat dia berusia 15 tahun. Surat itu dia dapatkan dari seorang anak perempuan yang berusia 9 tahun. Namanya Juni
Surat Pertama yang dibaca Joa.
Kepada Ytk
Kak Joa
di tempat
Hallo kak, salam kenal. Semoga kaka sehat saja keaadannya pas baca surat ini. Ooo lupa, namaku Maria Juni. Dipanggil Juni, aku nemu alamat kaka di majalah bekas, katanya kaka lagi butuh sahabat pena,kebetulan aku juga pengen punya sahabat pena. Kata guruku asyik kalo kita punya sahabat pena, jadi bisa tukaran cerita. Kebetulan aku anak kampung jadi mau tahu sekali dengan kota, walaupun lewat cerita.
oh iya, kalo kaka berkesan, balas surat aku ya...aku janji bakalan mamerin surat pada teman-teman disekolah, biar mereka berlombah-lombah baca majalah anak terus cari sahabat pena kayak aku. Daripada teman-temanku sibuk main, nonton tv, mending mereka kayak aku, jadi suka baca sambil nulis surat.
Aku rasa sampai sini dulu, dengan senang hati aku bakalan nunggu surat balasan dari kaka. Dada........
10 januari 2010
Maria Juni
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens.
"Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gue, rotinya yang enak banget atau emang gara - gara dari orang special?" Mahes bertanya sambil menatap tepat pada mata Aira.
"Eh.. Tuan mau?" Aira mengerjapkan matanya.
"Mau, gue mau semuanya!" Mahes merebut bungkusan roti yang masih berisi banyak, kemudian langsung membawanya pergi. Aira reflek mengejar Mahes.
"Tuan kok dibawa semua? Aira kan baru makan sedikit," Aira menatap Mahes dengan raut memelas.
"Mulai perhitungan ya lo sekarang sama gue."
"Enggak kok, tapi kan rotinya enak, Aira masih mau lagi," Aira berkata dengan takut-takut.
"Ga boleh!" Mahes langsung melangkahkan kakinya ke arah tangga menuju kamarnya. Aira langsung cemberut menatap punggung Mahes yang mulai jauh.
Cerita dengan konflik ringan