Cumulonimbus idiot, Cumulonimbus mesum, Cumulonimbus gila, Cumulonimbus tampan, Cumulonimbus-ku.
Dia, Rama, Si Cumulonimbus.
Dia yang kelabu.
Dia yang sulit kugapai.
Aku tahu cerita sejenis ini sudah sering diangkat. Tapi, aku ingin menceritakan kisahku. Tentang Si Cumulonimbus dan tentang perasaan untuknya yang kusimpan dalam pandora.
Aku ingin menceritakannya. Siapa tahu, Si Cumulonimbus juga diam-diam membaca cerita ini.
Jangan ditanggapi terlalu serius, anggap saja ceritaku hanya sebuah tulisan untuk perasaan yang tak terucap.
.
.
.
.
Nulis itu ga segampang ngejitak kepala Rama atau nebak warna celana dalam Rama. Jadi, tolong jangan di plagiat, yaaaa....
Illustration by: gracg.com
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens.
"Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gue, rotinya yang enak banget atau emang gara - gara dari orang special?" Mahes bertanya sambil menatap tepat pada mata Aira.
"Eh.. Tuan mau?" Aira mengerjapkan matanya.
"Mau, gue mau semuanya!" Mahes merebut bungkusan roti yang masih berisi banyak, kemudian langsung membawanya pergi. Aira reflek mengejar Mahes.
"Tuan kok dibawa semua? Aira kan baru makan sedikit," Aira menatap Mahes dengan raut memelas.
"Mulai perhitungan ya lo sekarang sama gue."
"Enggak kok, tapi kan rotinya enak, Aira masih mau lagi," Aira berkata dengan takut-takut.
"Ga boleh!" Mahes langsung melangkahkan kakinya ke arah tangga menuju kamarnya. Aira langsung cemberut menatap punggung Mahes yang mulai jauh.
Cerita dengan konflik ringan