Pada pertengahan abad ke-19, ada suatu negeri yang jauh di barat datang ke tanah Nusa Antara dengan ribuan kapal perang mereka. Tanpa memberikan waktu untuk mengenakan pakaian, mereka langsung membombardir negeri tanpa belas kasih. Peperangan dasyat tak terelakkan, bagai sungai yang hanya memiliki satu jalur menuju hilir, genangan tumpahan darah memantulkan langit merah nan keji. Namun meski begitu, kata menyerah tidak pernah sekalipun terucap dari mulut pejuang. Jatuh berdiri tak gentar, luka duka menyerta tak bergeming, tak satupun dari mereka yang rela tanah kelahirannya dijajah dan dirampas orang asing. Peperangan yang tak kunjung usai membuat petinggi penjajah kewalahan dan akhirnya membuat rencana lain. Saat peperangan masih berlangsung, di suatu kerajaan yang megah kokoh berdiri-ada dua pangeran saling berebut mahkota. Lantaran tak terima oleh keputusan sang Raja, pangeran muda yang diberi estafet takhta harus tewas di tangan kakaknya sendiri yang dibantu oleh sang penjajah. Sebelum ia bisa benar-benar dinobatkan sebagai raja, terlebih dulu ia harus menghabisi putra adiknya sendiri. Setelah mengepungnya di tepi pantai, ia membawanya ke tengah laut lalu memenggal kepalanya. Merasa berhasil melakukan misinya ia pun kembali ke kerajaan dan diangkatlah dirinya sebagai raja yang baru. Tercatat dalam sejarah pada akhir abad ke-19, kerajaan itu, Kerajaan Matara pun memutuskan untuk bersedia menjadi bagian dari persemakmurannya. Ratusan tahun pun berlalu. Manusia yang bernama Ryo. Tanpa bisa mengingat apapun, Ryo diperbolehkan tinggal di sebuah rumah kos dengan syarat harus menjadi Ibu Kos. Berbagai hal terjadi sampai ingatannya yang hilang kembali. Bahwa dia adalah pewaris sah dari Kerajaan Matara yang hingga kini masih berdiri megah dan bersekutu dengan penjajahnya dulu, Negeri Landa.All Rights Reserved
1 part