Sejak membaca surat itu, malam adalah teman terbaik bagi Bintang. Tempatnya berkelih kesah, menangis bahkan bercerita apa saja yang terjadi sepanjang hari. Hingga suatu malam, ia merasakan rindu yang tak terbendung sampai tangisnya meledak. "Aku menyesal bertemu gadis seperti dirimu. Ini tidak adil rasanya. Harusnya bukan kau, tapi aku. Harusnya jiwaku, bukan jiwamu." Sejenak ia menengadah ke langit, mencari cahaya paling terang di antara banyaknya kerlap kerlip bintang. Lantas ia bergumam, "Apakah benar ada kelahiran kedua itu, Kejora? Jika ya, aku akan meminta pada Tuhan agar segera ambil nyawaku."