Fai remaja yang haus ilmu memantapkan hatinya melangkah demi masa depan yang memenuhi cita-citanya, mengikuti Kakak lelakinya, Abdi ke pesantren ternama di Jawa. Di sinilah Fai banyak belajar mengenai pola hidup mandiri sambil memahami karakter manusia remaja baik perempuan maupun lelaki terkumpul dari Sabang hingga ke Mancanegara. Meskipun Fai memiliki Abdi yang telah berpengalaman di lingkungan pesantren, Fai masih tetap merasa asing, bukan karena suasanya, namun karena dialek yang mereka ucapkan membuat Fai sedikit kaku untuk berkomunikasi dengan mereka.
Di pesantren itupula, ia dipertemukan oleh Irvan, anak lelaki gedongan, cerdas, kesayangan guru yang memiliki sikap dingin terhadap orang yang tak dikenalnya. Meskipun seperti itu, banyak yang mengenal dan ingin berteman dengannya, hanya saja mereka merasa kaku bersama Irvan karena Irvan tak pernah merasa dekat mereka, bila memang Irvan tak merasa nyaman, ia lebih menutup diri dari semua orang yang mencoba akrab dengannya tidak terkecuali Fadli yang sedari dulu mendekati Irvan tapi tak pernah berhasil untuk benar benar dekat. Sampai akhirnya, Ia bertemu dengan Fai, seiring berjalannya waktu merek merasa dekat dan nyaman satu sama lain dan bersahabat meskipun berbeda tempat tinggal.
Irvan tinggal di kost sedang Fai di asrama. Kedekatan mereka banyak yang iri pada Fai, dan selama itupula Fai banyak melalui masalah demi masalah tanpa menyadari penyebabnya. Di sisi lain, seorang santri perempuan. Witha, yang tergolong cerdas dan menjadi bunga desa di sekolah membuatnya menyimpan rasa terhadap Fai yang tak tahu menahu akan perasaan perempuan, karens iya hanya mencoba mencari ilmu dan bergegas sukses. Tak pernah sama sekali dibenaknya untuk menyukai adik kelasnya itu.Meskipun mereka satu tim dalam organisasi Osis, Fai Lebih menjodohkan Irvan pada Witha setelah masa sekolahnya selesai nanti, karena bagaimanapun Irvan juga memiliki rasa pada Witha.
Lalu bagaimanakah tujuan Fai yang sedari awal ingin mencari ilmu?
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens.
"Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gue, rotinya yang enak banget atau emang gara - gara dari orang special?" Mahes bertanya sambil menatap tepat pada mata Aira.
"Eh.. Tuan mau?" Aira mengerjapkan matanya.
"Mau, gue mau semuanya!" Mahes merebut bungkusan roti yang masih berisi banyak, kemudian langsung membawanya pergi. Aira reflek mengejar Mahes.
"Tuan kok dibawa semua? Aira kan baru makan sedikit," Aira menatap Mahes dengan raut memelas.
"Mulai perhitungan ya lo sekarang sama gue."
"Enggak kok, tapi kan rotinya enak, Aira masih mau lagi," Aira berkata dengan takut-takut.
"Ga boleh!" Mahes langsung melangkahkan kakinya ke arah tangga menuju kamarnya. Aira langsung cemberut menatap punggung Mahes yang mulai jauh.
Cerita dengan konflik ringan