Novel perjalanan seorang seniman dalam mendirikan idealismenya. Kemiskinan, profesi, harapan dan keberadaan seorang yang tak pernah diharapkan.
Kepergian seorang ibu dan beban kemiskinan, telah mengantarkan sesosok aku menuju sebuah pencapaian dalam hidup sebagai seorang seniman amatir.
Pekerjaan yang digelutinya tidak lantas merubah takdir kemiskinan dengan segera. Sebagai seorang sarjana yang belum khatam melihat dunia, tokoh aku dihadapkan dengan berbagai masalah yang ada. Keruwetan birokrasi, tatanan sosial, politik, hingga pertemanan dan privasi. Menjadi rintangan tersendiri bagi tokoh aku ini.
Hingga ia mendapatkan tugas terakhirnya sebagai seorang sutradara, tidak banyak orang yang mengenalnya. Tapi tokoh aku tidak membutuhkan apa-apa, kecuali kesempatan untuk memulai hidup di hari mendatang dengan agenda baru.
Prisha nyaris menghabiskan dua windu hidupnya untuk mencintai seorang saja pria. Terjabak friendzone sedari remaja, Prisha tidak pernah menyangka jika patah hatinya gara-gara Paradikta menikah dapat membuatnya hampir mati konyol. Dia baru saja bebas dari jerat derpresi saat melihat Paradikta justru kembali ke dalam hidupnya dengan aroma-aroma depresi yang sangat dia kenali.
"Kamu pikir, kematian bakal bawa kamu ke mana? Ketemu Saniya? Kamu yakin udah sesuci dia? Jangan ngimpi Radi!"
"Mimpi? Ngaca! Bukannya itu kamu? Menikahi saya itu mimpi kamu kan?"
Dan, Prisha tahu jika Paradikta yang dua windu lalu dia kenal saat ini sudah tidak lagi ada.