"Kasih aku waktu tiga bulan" ucap Naila penuh keyakinan.
.
.
"Kamu cukup kasih aku waktu tiga bulan buat balikin sisi kamu yang dulu. Aku janji, tiga bulan. Gak akan lebih dari itu. Kamu bisa pegang kata-kata Ku."
.
.
Beberapa detik, masih hening. Pria itu tetap menatapnya dengan cara yang sama. Naila mulai merasa gugup. Takut jika kali ini dia akan gagal lagi untuk meyakinkan pria itu.
.
.
"Kalo kamu ngerasa,"
"Lima." jawab pria itu datar.
"Ha??"
Naila diam, terkejut karena tiba - tiba pria itu mau bicara dengannya.
"Oh, enggak. Aku gak butuh waktu selama itu buat,"
"Waktu kamu lima detik."
.
.
"Lima detik , buat balikin Stella ke sisi saya. Bisa?" ucap pria itu, masih dengan tatapan yang sama dan ekspresi datarnya.
.
.
Hening, kali ini Naila yang diam. Gadis itu merubah ekspresinya. Kaku tanpa ekspresi. Naila benar-benar ingin lari sekarang.
.
.
"Bahkan untuk melihat wajah kamu, saya sangat muak. Bisa kamu pergi menjauh? Pergi, dan melarikan diri seperti tiga tahun yang lalu. Kemana pun. Asal jangan di sekitar saya, jangan di sekitar orang-orang terdekat saya, atau bahkan orang-orang yang Stella sayangi. Bisa?" tanya pria itu lancar. Seperti tidak merasa bersalah sama sekali.
Naila diam. Masih diam. Bahkan setelah pria itu berbalik pergi meninggalkan dirinya sendirian di pemakaman. Gadis itu masih diam.