Di usia 25 tahunku, seorang anak lelaki berumur dua tahun adalah darah dagingku dengan mantan suamiku. Ya. Sejak enam bulan yang lalu, kami memutuskan mengakhiri pernikahan yang sudah terjalin selama tiga tahun. Entahlah, pernikahan yang kami jalani ternyata tak seindah harapan saat kami memutuskan menikah muda kala itu. Pernikahan kami bukan hasil perjodohan apalagi hasil MBA. Sejak SMA, kami sudah berpacaran lalu menikah saat kami sama-sama lulus S1 dan mantan suamiku bekerja di sebuah perusahaan besar. Awalnya pernikahan kami bahagia, keluarga kami sempurna dengan hadirnya bayi laki-laki tampan setahun setelah pernikahan. Namun semua berubah seiring pertumbuhan bayi kami, Agi, mantan suamiku terlalu sibuk dengan dunianya. Dia sangat menikmati pekerjaannya hingga sering kali lupa waktu, sementara aku terlalu asyik dengan dunia keibuanku hingga tak memedulikan ketidak-normal-an rumah tangga kami. Tanpa kami sadari, hilang sudah rasa cinta yang kami rasakan. Lupa rasanya bagaimana mencinta dan dicintai. Itulah yang membuat kami memutuskan mengakhirinya secara baik-baik tanpa saling menyakiti. Demi bayi laki-laki bernama Adam..