Broken home, apa yang terlintas jika kalimat itu yang disebutkan?
Rumah tangga yang berantakan dan juga pertengkaran, perceraian atau yang lainnya?
Broken home, bukan hanya sekadar perpisahan dua insan yang pernah disatukan dalam ikatan pernikahan.
Rumah yang utuh, namun selalu dibumbui intrik dan konflik yang tidak kunjung usai juga berbagai macam hal yang menyakitkan, terbilang broken home, bukan?
Yang menjadi intinya bukanlah perpisahannya, ataupun pertengkaran orangtuanya. Melainkan trauma dan psikis manusia yang lainnya. Dan yang paling terkena imbasnya adalah anak.
Kisahku, keseharian hidup yang kacau dalam belenggu yang menyesatkan langkah. Saat semua yang ingin kurengkuh, nyatanya hanyalah semu.
Apa itu asa? Mimpi dan juga harapan bahagia? Aku tidak mengetahuinya, dalam duniaku yang ada hanyalah luka.
Cinta? Hanya dongeng belaka yang tidak pernah kutahu itu apa? Jika cinta itu nyata, mengapa orangtuaku masih bisa berpisah setelah mengatasnamakan cinta dalam pernikahan mereka.
Pertengkaran itu nyata, di depan mata dan menjadi trauma yang tak pernah lepas sepanjang nyawa menempel pada raga.
Apa yang terluka itu? Ketika masa kecilku dipenuhi pertengkaran dan bentakan. Namun, tidak ada pelukan dan juga kasih sayang.
Kapan semua itu bermula? Entahlah, tidak ada awal dan mula, karena dari dulu yang kentara dalam hidupku adalah derita.