"Reksa?" "Nama saya." "Katanya nama kamu Langit?" "Langit Antareksa. Awan panggil saya Langit saja ya." "Aku ingin seperti teman-temanmu" "Coba diganti jadi pertanyaan, 'biar apa?'" "Biar apa?" "Biar namanya pantas disandingkan dengan Awan." Awan berdecak, tapi tak bisa menahan senyumnya. "Coba tanya lagi 'biar apa?'" "Biar apa?" "Biar kamu nggak kaya teman-temanku." "Kok? Kamu ngga mau berteman sama aku?" Selanjutnaya tidak ada jawaban, Langit hanya terkekeh yang dilanjutkan dengan kedatangan Arka membawa kopi hitam kesukaan Langit. [Jika dia bukan Langit, Awan tidak mungkin duduk di sini. Dan jika perempuan itu bukan Awan, seluruh dunia juga tahu, Reksa tidak akan sudi berdiam diri. Keduanya jelas tidak suka berbasa-basi, menawar kata hanya untuk memperjelas sebuah makna. Tapi saat ini, mereka hanya Awan dan Langit, yang disandingkan, untuk sama-sama lihat kekacauan bumi] "Lo harus hati-hati, Wan. Reksa galak."