"Nanti senja, jangan lupa tutup jendela dan juga cinta." Senandika sudah memutuskan separuh hatinya di Jakarta dan menaruh separuhnya lagi ke Yogyakarta, bersama penderitaan insomnia selama bertahun-tahun. Larut bersama kopi arang, temaram senja di pantai-pantai, dan keistimewaan kota itu. Suatu hari, di pinggir jalan, di bawah gerimis, saat senja hilang di bulan Maret, Yogyakarta memberikan dia. Bukan. Yogyakarta 'meminjamkan dia'. Dia yang bagai senja pribadinya. Bertemu dengannya adalah luka dan bahagia yang jatuh bersama. Mekar dalam keyakinan Senandika bahwa Tuhan Maha Baik. Kenyataannya, gadis yang menyerupai bunga Kenikir itu, adalah alasan Senandika meragukan keyakinannya dan semakin membenci semesta.
7 parts