"Aku adalah kau, kau adalah aku," katanya dengan suara terdistorsi. Dia tahu-tahu muncul disampingku, duduk di ranjang dengan tidak santai, membuatku mengacaukan pagi indah keluarga Seblack dengan jeritanku. "Aku adalah inti sari jiwamu," ucapnya lagi. "Aku adalah rangkuman hidupmu." Sejak saat itu, aku menganggapnya sebagai flashdisk berjalan. Masalahnya bukan cuma itu, aku pun mendadak bisa masa lalu, ah, lebih tepatnya kenangan. Tak disangka pula, tanteku yang mungkin muak melihatku berdebat dengan sang kenangan, memilih mengirimku ke sekolah sihir. Apakah aku bakal menjadi dukun? Atau penyihir yang senantiasa menunggang sapu terbang? Aku cuma bisa melihat masa lalu, tidak untuk masa depan. Kalau kalian pun resah dengan masa depanku, mari ikuti kisahku.
3 parts