Arjuna melangkah gontai menembus pekatnya kabut pun pasukan air yang menyerbu bumi. Mengundang tatapan aneh dari orang-orang di sekitarnya yang memilih berlindung dari tentara Malaikat Mikail itu. Namun, ia tak peduli. Justru terus berjalan tanpa peduli pada tubuhnya yang telah basah kuyup dan menggigil kedinginan. Hujan, menjadi salah satu favorit pemuda bertubuh tinggi nan ringkih itu. Satu-satunya sahabat setia kala duka datang menyapa, ia akan menyamarkan air mata yang membasah di wajah. "Tuhan, kenapa harus aku yang kembali kehilangan? Belum cukupkah Kau ambil Bunda dari sisiku?" Tubuh Arjuna luruh di aspal, jatuh berlutut sembari menatap langit yang semakin kelam. Hujan kian deras, suara petir pun terdengar menggelegar. Namun, tak membuat pemuda bermanik cokelat terang itu beranjak pergi. "Kenapa tak Kau ambil nyawaku detik ini juga? Aku tak sanggup lagi menanggung derita yang tak kunjung usai." "Aku lelah. Jadi, izinkanku untuk kembali ke pangkuan-Mu dan beristirahat dengan tenang," lanjut Arjuna sembari merebahkan tubuhnya di tepi jalan.