The Last Love (Sello & Melodi)
  • Reads 43,575
  • Votes 972
  • Parts 42
  • Reads 43,575
  • Votes 972
  • Parts 42
Complete, First published Jan 01, 2021
Mature
Cerita ini mengandung unsur dewasa +21
Melodi adalah seorang gadis malang, kehidupannya sungguh malang. Keinginan terbesarnya bebas dari penderitaan, mencari kebahagiaan dan menikah dengan cinta sejatinya.
All Rights Reserved
Sign up to add The Last Love (Sello & Melodi) to your library and receive updates
or
Content Guidelines
You may also like
Memoar Episode Luka (Tamat) by LovinaNavaz
17 parts Ongoing
"Selingkuh adalah akibat, maka pasti ada sebabnya." Apa yang bisa diharapkan dari sebuah pernikahan yang ternodai oleh perselingkuhan? Mengapa Alisha memilih bertahan dan menanti kembalinya sang suami, padahal punya segalanya untuk melanjutkan hidup sendiri? Atau mungkinkah, karena perselingkuhan suaminya adalah kesalahannya? Memoar Episode Luka bercerita tentang memaknai ujian kehidupan, penerimaan, dan menyadari bahwa hanya cinta saja tidak cukup untuk menjaga sebuah pernikahan. Dampingi perjalanan Alisha dalam menata hati hingga mengambil keputusan terbesar dalam kehidupan, yang mungkin saja, adalah bagian dari kehidupan seorang istri seperti yang kau kenal. *** PROLOG Kutatap suamiku yang terbaring tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya. Sangat dekat, sekaligus terasa sangat jauh. Seharusnya saat ini aku berada di dalam dekapannya dan merasakan kepuasan yang membahagiakan. "Mas..." Tidak sanggup aku berkata-kata. Dia menghela napas panjang lalu kembali terdiam sejenak, sebelum akhirnya berkata sambil menatap lurus ke depan. "Ga bisa, Sha. Aku udah ga ada rasa apa-apa sama kamu. Memang aku ga bisa menolak kalau kamu menggodaku seperti tadi. Aku laki-laki normal. Tapi semuanya udah beda." Mas Fahim beranjak berdiri dari ranjang kami menuju kamar mandi. Hal yang selalu dilakukannya selepas memadu kasih denganku. Bedanya, tidak ada kecupan di keningku kali ini. Tidak juga ada ucapan cinta yang terucap sambil berbisik di telingaku. Dia hanya pergi begitu saja meninggalkanku sendiri di ranjang yang terasa terlalu besar. Aku merasa sangat hina. Ingin rasanya aku menjerit sekuat tenaga, memakinya, memaksanya kembali, dan meluapkan segala rasa yang menyesakkan hatiku. Namun bukankah aku yang begitu yang membawa kami pada kebisuan ini? Maka untuk entah ke berapa kalinya minggu ini, aku hanya bisa menangis tanpa suara, memeras dada yang terasa nyeri.
You may also like
Slide 1 of 2
Memoar Episode Luka (Tamat) cover
love of ALMIRA cover

Memoar Episode Luka (Tamat)

17 parts Ongoing

"Selingkuh adalah akibat, maka pasti ada sebabnya." Apa yang bisa diharapkan dari sebuah pernikahan yang ternodai oleh perselingkuhan? Mengapa Alisha memilih bertahan dan menanti kembalinya sang suami, padahal punya segalanya untuk melanjutkan hidup sendiri? Atau mungkinkah, karena perselingkuhan suaminya adalah kesalahannya? Memoar Episode Luka bercerita tentang memaknai ujian kehidupan, penerimaan, dan menyadari bahwa hanya cinta saja tidak cukup untuk menjaga sebuah pernikahan. Dampingi perjalanan Alisha dalam menata hati hingga mengambil keputusan terbesar dalam kehidupan, yang mungkin saja, adalah bagian dari kehidupan seorang istri seperti yang kau kenal. *** PROLOG Kutatap suamiku yang terbaring tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya. Sangat dekat, sekaligus terasa sangat jauh. Seharusnya saat ini aku berada di dalam dekapannya dan merasakan kepuasan yang membahagiakan. "Mas..." Tidak sanggup aku berkata-kata. Dia menghela napas panjang lalu kembali terdiam sejenak, sebelum akhirnya berkata sambil menatap lurus ke depan. "Ga bisa, Sha. Aku udah ga ada rasa apa-apa sama kamu. Memang aku ga bisa menolak kalau kamu menggodaku seperti tadi. Aku laki-laki normal. Tapi semuanya udah beda." Mas Fahim beranjak berdiri dari ranjang kami menuju kamar mandi. Hal yang selalu dilakukannya selepas memadu kasih denganku. Bedanya, tidak ada kecupan di keningku kali ini. Tidak juga ada ucapan cinta yang terucap sambil berbisik di telingaku. Dia hanya pergi begitu saja meninggalkanku sendiri di ranjang yang terasa terlalu besar. Aku merasa sangat hina. Ingin rasanya aku menjerit sekuat tenaga, memakinya, memaksanya kembali, dan meluapkan segala rasa yang menyesakkan hatiku. Namun bukankah aku yang begitu yang membawa kami pada kebisuan ini? Maka untuk entah ke berapa kalinya minggu ini, aku hanya bisa menangis tanpa suara, memeras dada yang terasa nyeri.