Kesakitan ini selalu mengingatkanku akan cintaku yang kamu tepis dengan keacuhanmu. Kamu banyak berubah sejak saat itu. Aku bahkan tidak lagi mengenali laki-laki yang kucintai. Dimanakah dirinya yang dulu? Apakah kini dia telah bermetaforsa menjadi laki-laki angkuh dan dingin? Lantas kemanakah janji suci yang dia ungkapkan dulu? Dimanakah cinta yang dia aggungkan dulu? "Aku menyesal memercayakan segalanya padamu. Kamu ... kamu penyesalan terbesar dalam hidupku. Aku menyesal pernah mencintaimu ..." Katamu begitu menusukku. Kamu membuatku jatuh dalam asa. Aku tidak dapat lagi bangkit. Semuanya terasa gelap dan mustahil bagiku untuk membuatmu sekedar melihat cintaku yang tulus. Mungkin kamu benar akulah penyesalan terbesar dalam hidupmu. Kamu begitu tampan dan kaya sementara aku tidak ada apa-apanya dibanding wanita yang mengelilingimu. "Maafkan aku yang memaksamu menjadi seperti ini. Seharusnya dulu kita tidak saling mengenal. Kamu benar ... aku akan pergi. Kembalilah ... teman-teman dan kebahagiaan telah menantimu." Air mataku jatuh tapi kamu tidak bereaksi apapun. Mungkin benar ... kamu memang tidak lagi mencintaiku. Tapi bagaimana jika kutemukan cinta itu dalam hatimu yang kian membeku itu? Haruskah kutarik kembali kata ini atau melepaskanmu seperti inginmu dari dulu?