"Dua tahun. Hanya dua tahun dan setelah itu saya akan menceraikan kamu. Kamu bisa kembali ke kehidupanmu yang lama dan saya..." Ibra mengangkat bahunya acuh, "Seperti yang kamu lihat, kehidupan saya nggak akan berubah sekalipun kita menikah." Mia mengangguk kaku. Pikirannya menerawang, hatinya juga mulai bertanya-tanya 'apakah keputusannya ini benar?' tapi rasanya semua sudah terlambat. Seharusnya dua tahun cukup untuk membuat laki-laki itu... "Oh ya, satu lagi!" seru Ibra tiba-tiba, sontak Mia menatap wajah tampan laki-laki itu. Tatapannya yang serius selalu membuat Mia tertarik tapi buru-buru dia enyahkan pikiran gila itu. "Selama kita menikah, pastikan kamu menjaga hatimu baik-baik. Jangan jatuh cinta sama saya. Ini adalah peringatan untuk kamu, Mia." ujar Ibra tegas. Matanya menatap mata Mia lekat, lalu sedetik kemudian Ibra menghembuskan nafasnya pelan. "Ya, I know you must think I'm overcons confident. But believe me... akan lebih baik kalau kamu menjalani pernikahan ini tanpa cinta." Mia tersenyum tipis dan mengangguk pelan. "Ya. Kamu benar. Memang sudah seharusnya aku nggak mencintai kamu, seharusnya aku bisa menjaga hatiku sampai akhir..." Mia melarikan pandangannya ke luar jendela, melihat rintik-rintik hujan yang mulai jatuh membasahi tanah. Sepertinya semesta juga ikut merasakan patah hatinya. Tapi sayangnya, semua sudah terlambat. Aku nggak bisa mengatur hatiku, kepada siapa ia harus jatuh.