Tinta pena ini bermuatan pilu. Menghantarkan impuls penuh dengan rindu. Mengenang, dikenang, kenangan. Goresan tinta romansa, tak sengaja menumpahkan sebuah warna. Pada tanah kering ini, satu mawar sempat merona. Indah, mekarnya menghangatkan sukma. Senyuman dan lirikan matanya, membuat yang Surya lupa: Bagaimana cara membiaskan cahaya. Kemudian ia berkata: 'mawar tanah kering ini bernama Ananda!' Goresan tinta romansa, menjadikan aku dan kamu sebagai pemeran utama. Ini bukan dongeng cinta Rama-Shinta. Ini hanyalah sepucuk surat, yang berwarna merah jambu. Pesannya amat sederhana, ditulis dengan tinta yang tetap sama. Tentang masa kini, masa depan, dan tak lupa kutambahkan sedikit masa lalu. Masa ketika kita jalankan, aku rencanakan, dan dirimu sesalkan. Selang beberapa purnama: Mengapa aku terus saja membaca? Naskah percakapan yang tadinya baik-baik saja. Kini kau abaikan dengan pelan. Senyap. Membisu. Padahal, aku paling paham tentang dirimu. Mawar cerewet itu tidak akan pernah berhenti berbicara, walaupun topan bersiap menghancurkan rumah para pendosa. Hari ini, mengapa harus aku yang menyaksikan purnama mengeluarkan air mata? Langit malam kelabu, mengapa kian memudar menuju semu? Apa benar aku sedang merindu? ataukah, dirimu yang terus-menerus mengutukku? Ananda!! Benar, aku sangatlah rindu. All Rights Reserved
1 part