Yang tak Bisa Dibungkam [KOOKV]

"Bukan tentang siapa yang paling lantang... tapi siapa yang tetap bicara ketika semua orang memilih diam."

Adinda Permata, mahasiswi hukum yang dikenal cerdas dan idealis, ditemukan tewas di lorong kampus setelah malam rapat organisasi. Polisi menyebutnya kecelakaan. Tidak ada tanda kekerasan, tidak ada saksi, tidak ada kasus.

Kampus mengeluarkan pernyataan resmi. Media diam. Keluarga diminta menerima. Dan seperti biasa, semuanya kembali tenang. Terlalu cepat. Terlalu rapi.

Tapi tidak bagi Theresia Maheswari, jurnalis independen yang sudah lama resah pada sistem yang lebih takut pada aib ketimbang kebenaran.

Lalu muncul Janardana Satriagni, penyidik muda yang dingin, keras kepala, dan terlalu sering menyaksikan hukum dipermainkan oleh mereka yang punya kuasa.

Berdua, mereka menyelam lebih dalam dari yang seharusnya. Membuka lembar demi lembar kebohongan: uang sogokan, pelecehan yang ditutup-tutupi, rekam jejak yang sengaja dihapus, hingga wajah-wajah yang dulu dielu-elukan sebagai tokoh masa depan-ternyata ada di balik skandal yang dibungkam dengan kematian.

Tapi ini bukan sekadar soal satu organisasi kampus.
Ini tentang jaringan. Alumni yang kini duduk di pucuk kekuasaan. Dosen yang tak lagi mengajar, tapi mengatur. Polisi yang menolak laporan, tapi tak menolak suap.

Theresia dan Janardana bukan pahlawan. Mereka adalah dua orang yang tahu bahwa kebenaran bukan lagi soal benar dan salah-tapi tentang bertahan.
Dan setiap langkah mereka dibayar mahal: reputasi, pekerjaan, bahkan nyawa orang-orang yang mereka lindungi.

Adinda tidak dibunuh karena lemah.
Dia dibungkam karena berani.
Dan mereka yang membungkamnya... adalah wajah-wajah yang paling sering kau lihat di spanduk prestasi dan panggung-panggung kemahasiswaan.

Ini bukan cerita pembunuhan.
Ini tentang suara-yang sudah coba dimatikan, dibelokkan, dan dikubur hidup-hidup.
Dan tentang dua orang yang memutuskan untuk tetap menyala,
meski tahu mereka bisa terbakar.