Darimana saja kau? tanya abang di ambang pintu, aku tersenyum hangat dan menunjukan sebuah piala di lemari itu, abang membaca tulisan yang ada di piala itu. Hanya sampah, untuk apa kau banggakan? Dan sampai kapan kau akan terus melukis? Aku tidak bisa terus mengelola perusahaan ayah sendirian, ucapnya aku hanya diam menatapnya dengan dingin. Jangan egois Arka!, lanjutnya aku mengabaikannya dan berjalan meninggalkannya menuju gudang, di dalam gudang ini aku memperhatikan lukisan yang ku buat setidaknya itu membuat aku merasa tenang,ucapku dalam hati, setelah aku tertidur di gudang aku membuka mataku lalu bergegas untuk berkeliling komplek untuk menenangkan pikiranku mataku tertuju pada sebuah taman kecil di komplek ini, berapa lama aku tidak berkeliling seperti ini, aku baru melihat taman itu,ucapku dalam hati aku berjalan menuju taman itu aku mendudukan tubuhku di bawah pohon rindang aku menghela nafasku sungguh nyaman berada disini saat dalam perjalanan pulang aku melihat ada asap berwarna hitam aku sedikit berlari, aku memasuki rumahku sebelum itu aku melihat ada mobil abang yang sudah terparkir di halaman rumah, aku berlari menuju gudang aku melihat gudah itu sudah kosong, aku berlari menuju taman belakang asap itu semakin tebal saat aku mendekati asap itu aku melihat abang sedang melemparkan kanvas, cat, kuas, dia memberikan tatapan tajam padaku, aku memandang sendu pada api yang berkobar yang disebabkan oleh cat dan kanvas yang terbakar, tanpa disadari air mataku menetes membasahi pipiku.