"Kau tahu, rasanya dikuliti pelan-pelan? Selembar pembungkus ragamu itu dikelupas, menyisakan daging yang masih kemerahan. Kau tak bisa menangis atau menjerit ... hanya rasa perih, panas, dan ribuan dendam yang menggumpal."
Anjas, Bania, dan Cokro terhenyak. Niat ketiganya hanya melakukan penelitian. Tidak lebih.
Lalu jika mereka harus berhadapan dengan sesuatu yang tak terprediksi sebelumnya, haruskah mereka berbalik dan lari menghindar atau harus tetap bertahan menghadapi semua, dengan taruhan ... NYAWA!
"Kau tidak bertanya kenapa aku bisa bercerita?" Sosok itu menengok dengan gerakan ganjil. "Karena sukmaku belum lepas sempurna!"
Menceritakan kehidupan masyarakat yang masih percaya dengan segala mitos dan hal klenik. Termasuk kepercayaan terhadap seeokor burung yang dianggap mampu mendatangkan bala dan maut.