Exordium : "What is the most frustrates things about being a single?" Salah satunya jika masih ada yang mengungkit perihal gagalnya pernikahanku lima tahun lalu. Keluarga hanya tahu bahwa aku yang menggagalkan pernikahan, tanpa tahu bahwa sebetulnya akulah yang dicampakkan. Rasanya terlalu memalukan dan menyedihkan jika harus kujelaskan, bahwa aku yang ditinggalkan. Rasanya jauh lebih baik jika aku tidak perlu dikasihini. Seperti kata Alin, "If he wants you in his life, he'll put you there, a place that you shouldn't fighting for a spot." Dan aku pada akhirnya tidak di sana. Di hatinya. So I won't fight for anything. Just let him go. Apakah mudah menerimanya? Oh, for God's sake tentu tidak, Marisol! *** Lets meet Kaia. Mid 30s single lady yang sedang tidak peduli urusan jodoh. Dia tahu betul 54% people in their thirties are married, dan Kaia ada dalam 46% sisanya yang berstatus single. Selain focus dengan personal interest and goals, Kaia merasa puas untuk menjadi egois dalam urusan karir, travel dan hobbies. Baginya, single itu privilege terbesar. Masalahnya, keluarga bahkan sahabatnya sendiri membuat hari-harinya terasa lebih rumit dengan mengikuti serangkaian proses kencan yang menjengkelkan. Satu-satunya cara mengentikan proses pencarian jodoh adalah dengan berpura-pura menerima salah satu pria dari proses kencan yang diarranged ibunya. Tapi apa yang terjadi jika pria itu melebihi ekspetasi seorang Kaia? Seperti katanya, "Dear, Kaia ... sekali ini saja, goyahlah sedikit karena aku." Dan bagaimana jika di saat yang bersamaan satu-satunya orang yang tahu cerita sesungguhnya yang terjadi di lima tahun lalu saat ini muncul kembali lagi. Mungkinkah perasaan trauma masa lalu Kaia bisa hilang? Mulai membuka diri bahkan memilih siapa kelak yang bias mendampingi Kaia. "Despite the fact that I've never ready for that. The marriage." - Kaia