(SQUEL OF BRAVE HEART'S) Teman, lagi-lagi teman menghancurkan segalanya? Apakah ia memang harus hidup tanpa teman. Rasa takut dan kecewa kian mengaduk-aduk perasaan Amelia. Kakinya terasa lemas tak bertenaga. Langit malam pun menyaksikan kesedihan perempuan itu. ”Kenapa.. Hiks.. Hiks....” ”Lo ngapain!” teguran berasal dari seorang cowok berhasil menyita perhatian Amelia yang sedang berdiri. Perempuan itu berada di atas rooftop gedung paling tinggi. ”Hidup lo menyedihkan?” sarkas orang itu. ”Bukan urusan lo!” Amelia menyahut tanpa menatap orang itu. ”Yaudah lanjutin,” ujarnya santai. Cowok itu beranjak dari tempatnya lalu mengantongi benda pipihnya. Amelia menatap orang itu sekilas. Kenapa semua orang kelihatan sama saja menurutnya. Acuh dan tidak peduli? Sudahlah, dirinya tak perlu memikirkan itu. Dinginnya udara malam semakin menusuk kulitnya yang tak terbalut dengan kain apapun. Kakinya terasa sulit untuk digerakkan. Jari-jarinya serasa membeku. ”Nggak jadi?” ujar cowok itu. Yang ternyata masih berada di sana. Entah dia penasaran atau memang sengaja menunggu apa yang akan dilakukan oleh perempuan itu nanti. ”Kalau gue beneran loncat—” Amelia menggantung kata-katanya. ”Kenapa?” tanyanya. ”Gue kasihan sama jodoh gue, nanti kalau gue tinggal mati, dia nggak punya pasangan!” ”Bhahhahaha....” Tawa langsung menyembur dari arah belakang. Amelia dapat memastikan kalau cowok itulah yang menertawakannya. Karena hanya dia satu-satunya yang di tempat ini. Lelaki itu mendekat ke arah Amelia. ”Ternyata lo bisa mikir begitu ya!!” Tawanya mereda. ”Kasihan jodoh lo!” lanjutnya. Tiba-tiba kilatan cahaya terang nampak membelah langit. GLADARR DEG! Amelia kaget bukan main. Ia hendak berbalik tapi kakinya kehilangan keseimbangan dan terpleset. ”Waaaaa....” Tubuhnya terasa ringan. Kini kaki itu tak perpijak lagi pada lantai gedung. Seluruhnya tubuhnya berada di udara. Akan berakhirkah ia sekarang? Amelia hanya bisa menutup matanya dengan pikirannya yang blank.Todos los derechos reservados
1 parte