Dirga hanya tersenyum. "Aku tahu kenapa. Kau harus menyakitiku, membunuhku, tapi itu juga menyakitimu, sama-sama membunuhmu. Selalu seperti itu, sampai aku tidak mengerti apa yang sebenarnya kau inginkan. Aku sudah memilih pijakanku, lalu di pihak mana kakimu berada, Belanda?" "Diam, Dirga!" Dirga tertawa kencang, pahit, sebelum berusaha berbicara di tengah serangan batuk. "Jangan pakai nama itu kalau kau tidak mengakuiku sebagai Indonesia, londo sialan!" katanya dengan sengit, darah mengalir dari sudut bibirnya. ((Hetalia!Indonesia&Netherlands, post-independence war. Angst/Hurt/Comfort i guess))