seutas "kamu"

ada syair yang tak bisa aku dendangkan dari riuhnya angin di kota yang setiap waktunya selalu berebut memposisikan diri untuk mengisi kepala. Ada tawa dan air mata yang setiap waktunya berotasi dalam hidup yang terkadang membuatku enggan beranjak untuk kembali memulai, aku takut karena fikirku semuanya pun akan berakhir meskipun sejatinya dalam kehidupan ada yang datang dan pergi tetapi aku takut memulainya lagi.
pada akhirnya pun aku harus kembali memulai meskipun harus membunuh tanpa asa sebuah kerinduan yang muncul kapan saja, aku harus melawannya untuk bangkit tak terpuruk meski hati menjerit dalam hati selalu meyakinkan diri bahwa aku harus hadapi apapun konsekuensi kehidupan yang aku tidak boleh menjadi pecundang di dalamnya meski yang ku perjuangkan hanya seutas "kamu".