"kasi gue satu alasan kenapa gue harus tetap hidup?" Tanya anara,gadis itu menatap Rafael dengan mata berkaca-kaca
Rafa menggelengkan kepalanya,dengan cepat dia menarik anara masuk kedalam pelukannya.
"Lo gak boleh ngomong kaya gitu Ra,Lo penting buat gue,Lo hidup gue,Lo segalanya,jangan pernah berfikir kalo hidup Lo ga berarti buat siapapun,Lo mikir gitu tapi gak buat kita semua Ra,lu berarti banget buat gue,kita, dan semuanya" ucap Rafael, cowok itu mengusap rambut anara dengan lembut,air mata yang sedari tadi ia tahan akhir nya luruh.ia ikut merasakan bagaimana sulit nya menjadi seorang anara,gadis rapuh yang harus berjuang sendiri untuk menyelesaikan masalah nya.
Anara tersenyum kecut,gadis itu mendorong tubuh Rafael untuk menjauhinya "gue?"
"Berarti?"
"Buat Lo?"
Anara tertawa kecil menunjukkan smirk nya.air mata nya masih mengalir,gadis itu menatap tajam Rafael " kemana aja Lo selama ini?"
"Gue cape fa,sikap Lo abu-abu,gue gak bisa nebak sikap Lo yang sebenernya,kadang Lo baik,tapi kadang Lo jahat,jahat banget malah"
"Gue berusaha mati Matian buat bikin Lo percaya sama gue,tapi Lo malah lebih percaya sama sahabat licik Lo itu"
"Gue..."
"Gue diusir dari rumah"
"Jadi gelandangan"
"Lo kemana fa?"
"Disaat gue butuh Lo?Lo kemana?"
"Gue gak punya siapa-siapa,papah gue bahkan udah gak nganggep gue anak lagi,disaat gue butuh seseorang,Angkasa yang selalu Dateng nolong gue,dia baik,baik banget"
"TAPI GARA GARA SABAHAT LO ITU!DIA MENINGGAL! KENAPA SI DUNIA SEKEJAM INI SAMA GUE FA!"
"GUE CUMA PUNYA ANGKASA YANG PERDULI SAMA GUE SELAMA INI!TAPI KENAPA TUHAN NGAMBIL DIA!"
"GUE CAPE!SIAPA LAGI YANG BAKAL BANTU GUE KELUAR DARI KEGELAPAN?"
"ANGKASA MENINGGAL GARA-GARA SAHABAT LICIK LO ITU!BAJINGAN"
"Karena lo anak haram."
Selby merasa dunianya runtuh dan jungkir balik dalam satu malam. Tiba-tiba orang asing berpakaian mewah datang dan mengaku sebagai Papa. Wajahnya datar, minim ekspresi, terlihat menakutkan dan mengintimidasi.
Ia kira kehidupan baru akan membawakan napas segar untuknya, Selby kira keluarga ini akan lebih baik memperlakukan dia daripada Ibu yang setiap hari memukulinya.
Namun ternyata, dia justru dicemooh lebih dari apa yang pernah dibayangkan. Ia ditinggalkan lebih kejam daripada Ibu yang membiarkannya kelaparan sepanjang malam.