Veestel bahkan tidak bisa mengingat masa - masa di hidupnya yang tenang dan berjalan seperti anak - anak normal lainnya. Secepat ia sadar bahwa ia adalah manusia yang berfikir dan berdaulat atas dirinya sendiri, secepat itulah masalah - masalah gak waras muncul di kesehariannya. Dimulai dari bersahabat dengan cewek "sok ghotic" paling gak pedulian yang membuat hari - harinya gregetan, adiknya yang lucu dan polos memacari cowok pendiam suram dengan kemungkinan psikopat tinggi, dan kakak-pacar-si-adik yang OCD akut dan hidup bak sultan tiba - tiba nempel terus - terusan. Semua itu, tentu saja masih berhasil diterima Veestel dengan hati yang lebih teguh dari karang, hingga di suatu titik, Romeo, sahabat kakak-pacar-si-adik (a.k.a Sean) ikut nimbrung di lingkup kehidupan Veestel dengan senyum santainya yang khas. Dengan senyum santainya yang, ternyata, diam - diam menyimpan fakta - fakta aneh. Veestel, tentu saja dengan setengah hati menerima teman baru, namun sedikit yang ia tahu, bahwa Romeo bukan hanya datang untuk berteman, tapi membuka kartu - kartu orang di sekitarnya setiap kali bergerak, setiap kali berhenti tersenyum dan membuka mulut. Veestel memang sudah lupa kapan terakhir kali hidupnya berjalan dengan tenang, tanpa hambatan dan tanpa gangguan. Ruang lingkup sosialnya dipenuhi orang - orang aneh yang menyusahkan. Suatu hari, Romeo pun datang untuk menjelaskan pada Veestel motif tiap - tiap manusia yang menyusahkannya itu. Namun, mengapa semakin Veestel tahu, semakin ia ingin lupa, semakin ia tak bisa kembali pada cita - cita "hidup tenang dan biasa - biasa saja" ?