Di mata Nara, Bara itu laki-laki dingin dengan wajah datar sedatar-datarnya, dan Bara itu laki-laki tegas yang terlihat kaku saat bercengkrama.
tapi itu dulu, saat ia belum menjadi nyonya Bara Agasta Pratama. mereka yang katanya di jodohkan, akhirnya berakhir dengan pernikahan.
Nara kira hubungan mereka akan sangat kaku dan aneh, tapi ia salah. Bara yang kini menjadi suaminya, bukan lagi Bara yang sedingin balok es di Antartika, bukan lagi Bara si wajah datar yang tak bisa di lihat senyum manisnya, dan bukan lagi Bara yang kaku dalam berbincang dengannya.
_
_
_
_
"Tenang Nara, saya tidak akan memakanmu sekarang," ucap Bara yang mampu membuat Nara tak lagi berontak.
"Te-terus kapan?" Suara Nara hampir tak terdengar.
"Kapan kamu siap?" Tanya Bara balik.
Nara mengerjap, "a-aku nggak mau di ma-makan. A-aku ma-masih mau hidup."
Dan pecahlah sudah, Bara tertawa mendengar perkataan Nara. Ia sampai mundur beberapa langkah sambil terus tertawa. Nara mengerjap bingung, dahinya berkerut melihat Bara tertawa, tapi di satu sisi ia juga terpesona. Untuk pertama kalinya, ia melihat seorang Bara Agasta Pratama tertawa lagi. Sangat tampan. Sungguh pemandangan yang luar biasa indah.
Bara menghentikan tawanya, ia berjalan mendekat kearah Nara dan kembali mengurungnya. Membuat Nara sekarang bahkan sudah seperti batu, menahan nafasnya dan tak bergerak sedikitpun.
"Kamu tidak akan mati jika saya makan, paling-paling masuk angin selama sembilan bulan."
PERINGATAN!! Membaca cerita ini dapat menyebabkan rasa ingin menikah semakin tinggi!
⚠️Berani plagiat? Berani bertanggung jawab, karena cerita ini di lindungi oleh undang-undang.
⚠️Yang uwu-phobia harap bersabar!
⚠️ Jangan lupa follow author!
#cover by diri sendiri.
Bara My Husband tersedia di berbagai aplikasi belanja online
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens.
"Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gue, rotinya yang enak banget atau emang gara - gara dari orang special?" Mahes bertanya sambil menatap tepat pada mata Aira.
"Eh.. Tuan mau?" Aira mengerjapkan matanya.
"Mau, gue mau semuanya!" Mahes merebut bungkusan roti yang masih berisi banyak, kemudian langsung membawanya pergi. Aira reflek mengejar Mahes.
"Tuan kok dibawa semua? Aira kan baru makan sedikit," Aira menatap Mahes dengan raut memelas.
"Mulai perhitungan ya lo sekarang sama gue."
"Enggak kok, tapi kan rotinya enak, Aira masih mau lagi," Aira berkata dengan takut-takut.
"Ga boleh!" Mahes langsung melangkahkan kakinya ke arah tangga menuju kamarnya. Aira langsung cemberut menatap punggung Mahes yang mulai jauh.
Cerita dengan konflik ringan