"A-ara, Z-zean yang kuat..a-abang akan telfon....ambulan" ucapanya terbata-bata, wajah bang Ean sudah penuh luka dari pergelangan tangannya keluar darah, baju kemejanya sudah lecet, banyak percikan darah disana. Zean mengangguk, dibawahnya Ada Ara yang terlentang "tenang Re, kamu kuat ko" Are diam matanya menagis, terasa perih di pelipis kirinya. "terimakasih ya Ra, sudah mengajariku" Ara masih diam, tapi telinganya masih berfungsi. "maaf ya Ra, jika aku nyebelin hehe" lanjut Zean mencoba tersenyum, pipinya kaku tangannya mulai lemas menyangga badan nya, tidak banyak luka di tubuh Zean, hanya saja di nadi kanan nya tertancap pecahan kaca yang menghabiskan cukup banyak darah Zean, itu sudah cukup fatal baginya. "sekali lagi maaf Ra, jika aku tidak bisa menjadi teman mu lebih lama, sakit Ra" rintahan Zean itu cukup membuat Ara bersuara. "kuat ya Ze, jangan pergi" Zean menggelengkan kepalanya "sakit Ra" tangannya bergetar tak kuat lagi menahan tubuhnya. "engga, enggaa Zeannn, bentar lagi ambulan datang" Ara menggeleng tampak cemas, air matanya sudah keluar sejak tadi. Zean tersenyum, bukan senyuman Zean yang biasanya, ini terlihat seperti rintihan "jangan menangis Ra" Air mata Ara tambah deras saat tubuh diatasnya ini mulai bergetar. "Ara" "i-iyaa Zeee" "makasih" tepat saat bibirnya mengucapkan kata terima kasih, tubuhnya ambruk, badanya mulai mendingin, nafas nya sudah hampir tidak terasa, detak jantungnya bahkan sudah melemah. "engga, enggaa Zeann, Zeee" tangisan Ara semakin menjadi, tangannya meraih tangan Zean, menggenggam nya erat "Ze bangun, aku tau kamu bercanda" tangannya terus menggerakkan tangan Zean, tapi tidak ada respon sama sekali, hasilnya nihil, Zean masih dengan keadaan yang sama. .
9 parts