Di sekitar ramai tapi yang dirasa hanya kesendirian. Kulihat senyumnya setiap hari selalu terpasang lebar di wajah ayunya seakan menegaskan "hei, gue orang yang nggak pernah merasa sedih sekali pun". Tapi semakin kesini senyumnya sedikit demi sedikit terkikis. Sampai.. Plak. " Sadar, Ki! SIKAP LO TU NUNJUKIN BANGET KALO LO ITU PEMBUNUH!" "TERUS KENAPA? LO MALU PUNYA TEMEN KAYAK GUE?!" "TERUS TERANG, IYA!" Kita sama-sama dalam keadaan emosi yang luar biasa. Mendengar jawabanku, dia terdiam cukup lama. "Cukup, Ki. Sadar sama apa yang lo lakuin. Ini bukan lo." Kucoba merengkuhnya tapi dia menepisnya dengan kasar. "Gue yang sekarang beda, Cal." Matanya terangkat dan menempatkannya dengan tepat di retina mataku. Sampai dapat ku simpulkan bahwa matanya membuktikan sebuah cerita tentang kekecewaan, kelelahan, takut, dan sendu secara bersamaan. "Gue yang sekarang orang yang kecewa dan mengecewakan." Dia mundur perlahan. Kemudian ia membalikkan badannya. Dia berlari. Terus berlari. Sampai di tempat dimana aku tidak bisa menggapainya. "Tenang disana, Ki. I still and will always love you." Sebenarnya aku benci mengatakan ini. Tapi, seandainya waktu dapat diulang, akan kutulis ulang cerita kita dengan apik, Ki. Cerita tentang aku dan kamu bersama. #no plagiat #cerita berdasarkan imajinasi penulis jika ada kesamaan nama, tempat, cerita, itu semua murni ketidaksengajaan #enjoy readingAll Rights Reserved
1 part