Story cover for Kebelet Nikah by yanandyas
Kebelet Nikah
  • WpView
    Reads 189
  • WpVote
    Votes 37
  • WpPart
    Parts 2
  • WpView
    Reads 189
  • WpVote
    Votes 37
  • WpPart
    Parts 2
Ongoing, First published Aug 06, 2021
Kawin yuk, Ra."

Satu jitakan sukses mendarat di pundak Arga. Gadis berseragam putih abu-abu itu mendelik. 

"Kawin, kawin, lo kata ayam, bisa kawin seenak jidat," sahutnya dengan bibir monyong lima senti. 

"Tapi gue serius, Ra. Enak kali ya?" Pemuda itu menerawang. Seolah memang tengah membayangkan enaknya kawin itu seperti apa. 

"Mungkin."

"Jadi lo mau?"

"Mau, tapi nanti setelah kita lulus kuliah dan lo kerja yang benar."

"Yaah ...." 

Seketika hati Arga patah.
All Rights Reserved
Sign up to add Kebelet Nikah to your library and receive updates
or
Content Guidelines
You may also like
Don't call it love! by ArmayaA
29 parts Complete
Semesta rasanya tidak berpihak pada Cyntia. Tidak hanya perusahaannya yang sedang berada dibawah roda kehidupan, tetapi neneknya sakit dan terus memaksanya menikah. Orang yang ia cintai dan mencintainya pun hilang tak ada kabar. Tak ada pertolongan rasanya. Pada akhirnya pilihan terburuk muncul. Ah, mungkin tak bisa disebut pilihan. Ia harus melakukan itu dengan terpaksa. Pria yang melukiskan kehidupan kelamnya pun muncul. Konyol rasanya saat pria itu mengajaknya menikah. *** Aku tak tahu apa itu cinta. Bahkan, saat ini bagiku itu satu kata yang abstrak luar biasa. Baginya rasa yang terasa itu cinta, tetapi mengapa rasanya merusak jiwa raga. Bagiku itu bukan cinta, melainkan suatu rasa yang amat hampa. Akhirnya satu kata menjadi beda makna. "Bukankah kau sangat membenciku?" Tanyaku. Ia diam, tanpa menatap mataku. Secara tak sadar aku tersenyum sinis padanya dan aku berusaha menahan rasa kesalku. "Apakah melemparkan susu basi ke wajahku adalah bentuk rasa suka?" Aku mengungkit masa lalu. Matanya pun mulai menatap mataku. Aku takut dengan wajah itu. Di bawah meja tersembunyi tangan gemetarku. Mataku berpura-pura tegar saat bertemu matanya itu. Aku berusaha bicara meski lidahku terasa kelu. Aku berusaha berdiri tegak meski kakiku tak berdaya. Waktunya pergi dari hadapannya. Aku akan katakan terakhir kalinya. "Jangan sebut itu cinta!" "Aku melamarmu bukan karena cinta. Bukankah, seharusnya kau yang memohon padaku agar kita bisa memanfaatkan satu sama lain?"
You may also like
Slide 1 of 10
Kopi & Deadline (On Going) cover
AMOUR (Mr. Pradipta) cover
Ditakdirkan Bersama (End)✓ cover
ArKa (End) cover
Berondong Tajir [END] cover
Dia Senjaku cover
Don't call it love! cover
Married With Senior (Selesai) cover
The Mantan cover
SEIMAN SEPELAMINAN cover

Kopi & Deadline (On Going)

6 parts Ongoing

Bukan karena lambat bekerja, Ara lembur lagi bagai kuda. Ara duduk sendiri di cubicle, mata lelah, kopi sachet ketiga di tangan, layar laptop menyala dengan file yang hampir rampung. Ingatkan Ara sekali lagi bahwa kerjaannya 'hampir rampung'. Dia menatap layar, lalu menarik napas panjang, "Aku nggak tahu lagi ini kerjaan atau penyiksaan... Tapi besok pagi harus submit, kalau nggak... ya biasa, dapat teror halus dari atasan." Dulu waktu kecil, Ara selalu mengganggap orang yang pulang kantor sampai pukul 12 malam atau pagi buta adalah orang-orang keren. Iya keren, keren keramnya sebadan-badan. Ara menarik napas panjang untuk kesekian kalinya, "Aku gila deh kayaknya, masa dulu kerjaan kayak ginian aku bilang keren." Di sela kelelahan itu, Ara mengenang tempat ngopi yang pernah dia datangi dua minggu lalu-tempat yang jarang dia datangi sebelumnya, tapi entah kenapa, wajah sang barista masih lekat di kepalanya. Dia pernah bilang ke dirinya sendiri , "Aku nggak punya waktu buat cinta." Tapi sejak ketemu cowok itu... apa kalimat yang digaung-gaungkan Ara mulai retak? GA MENERIMA NAMANYA PENJIPLAKAN YA EGE, NYARI IDE ITU GA MUDAH‼️