Sejauh ini aku sudah berusaha, menjadi segalanya yang aku bisa. Aku mampu bertahan, mengambil bagianku dan memenangkan setiap pertempuran dalam perjalanan ini. Semua hanya karena pesan Simbok yang selalu terngiang, bahwa hidupku sebagai Kinan telah berakhir di detik saat semua saksi nikah berkata sah. Bertemu Juna, membuatku berangan tentang kehidupan pernikahan yang indah. Seindah wajahnya, senyum dan ucapan janji manisnya. Sejenak telah menghanyutkanku ke dalam fantasi, bertajuk menua bersamamu, itu pasti. Aku dan kamu menjadi kita karena kata cinta. Namun ternyata rumah tangga bukan hanya masalah penyatuan cinta kita, tetapi perlahan menjadi cerita kompleks tentang keluarga, budaya, bahkan harta lah penentu utama bahagia. Kedamaian rumah perlahan sirna tatkala satu persatu retakan menggoyahkan ikatan kita. Dua dekade adalah waktu yang panjang untuk mempertanyakan ke mana perginya happy ending kita. Kini bagiku kamu adalah kepingan kenangan yang harus segera kulupakan. Harusnya aku tetap mencintaimu, dan bertahan takkan pergi darimu, tetapi kesepian ini telah menggerogotiku. Haruskah aku tetap tersenyum dan berpura-pura seperti biasanya?