Angin sore menerpa wajahku, membuat rambut lurusku yang terurai terayun-ayun terbawa angin. Suara langkah kaki di belakangku terdengar, bersamaan dengan kehadiran seseorang disampingku. Mata tajamnya melihat ke satu titik, yaitu matahari yang akan terbenam. Perlahan ia berjalan menjauh dariku satu langkah. Untuk kali ini, aku tidak bisa menerka apa yang ada didalam sorot mata yang saat ini menatapku lurus. Tidak ada lagi senyuman dan tatapan hangatnya. Dengan suaranya yang tegas, ia mengucapkan satu kalimat yang memporak-porandakan hidupku. "Naira, aku mau kita putus!" . . . .