[Dasha Dharma]
Perasaan dan pemikiran manusia itu tidak bisa di tebak. Sama halnya dengan kehidupan keluarga Xandrelle, yang semua telah diatur, oleh tetua mereka. Sulit menebak apakah keturunan mereka benar-benar seperti yang tampak di sejarah, ataukah itu semua hanyalah tipuan belaka sang pengarang yang berhasil menang?
Selama ia hidup di dunia ini, orang-orang itu selalu membisikinya rentetan kalimat, "Sekeras apapun kamu keluar dari teritorial Xandrelle, hanya akan berakhir dengan dua pilihan."
"Jasad, atau lenyap."
Baru saja menapakkan kakinya di depan gerbang raksasa berlapis emas, gadis itu terdiam sejenak. Tidak ada yang tau, apa yang tengah ia pikiran. Namun, ketika ia melangkahkan kakinya untuk benar-benar masuk, wajah yang semula tenang tampa emosi, berubah seketika, dengan menampakkan senyum manis dan raut wajah yang lugu.
"Aku, datang."
•
•
•
"Dashaka Faisharallu Nathaniel."
Jeda sejenak, senyum manis milik gadis cantik itu tak kunjung hilang mengingat buruannya menatap tanpa daya dibawah tubuhnya.
"Atau, Dashaka La Xand- hmph!"
Bibir merah yang begitu menggoda itu mengalihkan pikirannya, namun bisikan selanjutnya dari wanita mempesona di depannya cukup membuat seorang Dashaka tertarik untuk membungkam bibir itu, dengan bibirnya.
"Bagaimana ini, aku bukan pengecut yang suka memukul wanita, tapi sebagai gantinya bukankah lebih baik aku membuatmu bisu dan menggeram semalam penuh karena kelancangan ini?"
---
Dasha Dharma, merupakan penggambaran akan kekejaman dan kemunafikan. Dasha yang terkenal kejam, manipulatif, dan penuh misteri, bertemu dengan Dharma, gadis pemilik tatapan penuh ambisi, dendam, dan keinginan akan pertumpahan darah, yang membuatnya jadi sosok biadap, dan tak pantas menginjakkan kaki di tempat Tuhan.
Benarkah ia adalah maut untuk Xandrelle?
Atau malah sebaliknya?
Peringatan ⚠
- Area 21+
- Penuh kata kasar
- Banyak adegan sadis
- Vulgar & Fatal
Sosok yang tampaknya lahir ke dunia hanya untuk menghancurkan apa pun yang ia sentuh. Xakia tidak pernah bisa melupakan bagaimana tatapan mata itu berubah menjadi sesuatu yang lebih mengerikan pada malam jembatan. Bagaimana ia hampir kehilangan segalanya. Dan bagaimana semuanya berakhir dengan satu pukulan keras satu hantaman yang membungkam monster itu.
Gala, pria yang muncul entah dari mana, adalah sosok yang penuh misteri. Setelah malam itu, Xakia mulai melihatnya lebih sering. Selalu di tempat-tempat yang tidak seharusnya ia ada. Selalu dalam situasi yang tidak bisa dijelaskan. Seolah-olah ia adalah bayangan yang mengikuti Xakia, seseorang yang tahu lebih banyak dari yang seharusnya.
Sekarang, di bawah hujan yang mengguyur tanpa henti, mereka kembali bertemu.
Xakia menatap Gala dengan mata yang penuh pertanyaan. "Kenapa kau selalu muncul? Apa yang kau inginkan dariku?"
Gala menghela napas, menyapu rambut basahnya ke belakang. "Aku tidak menginginkan apa pun." Suaranya tenang, tapi ada sesuatu di baliknya sesuatu yang tidak Xakia mengerti.
"Lalu kenapa kau memukulnya?" Xakia menatap tubuh yang tak bergerak di tanah, darahnya bercampur air hujan, mengalir menuju lubang drainase di pinggir jalan.
Gala tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap tubuh itu sejenak, lalu berbalik menghadap Xakia. "Karena jika aku tidak melakukannya, kau tidak akan pernah bisa lari."
Ketegangan di antara mereka begitu pekat, seolah udara sendiri menahan napas.
Lalu, sirene polisi mulai terdengar di kejauhan. Lampu merah dan biru berpendar di balik rintik hujan.
Gala menatap Xakia dalam-dalam.
"Kita harus pergi. Sekarang."
Dan tanpa menunggu jawaban, ia menarik tangan Xakia, membawa gadis itu pergi dari malam yang akan mengubah hidup mereka selamanya.